Kebangkitan Ajaib: Pistons Cetak Sejarah Usai Capai Playoff NBA

Setelah satu tahun lalu mencatatkan rekor terburuk di NBA dengan hanya 14 kemenangan, Detroit Pistons berhasil menorehkan sejarah baru dengan mengamankan tempat di babak playoff musim ini. Kemenangan 117-105 atas Toronto Raptors pada Sabtu menjadi titik balik gemilang bagi tim yang sempat terpuruk. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah NBA, sebuah tim mampu bangkit dari performa seburuk itu menuju babak postseason hanya dalam satu musim.

Pelatih kepala J.B. Bickerstaff, yang baru memimpin Pistons musim ini, menyebut pencapaian ini sebagai momen penting bagi tim untuk merefleksikan kemajuan yang telah dicapai. Ia menegaskan bahwa meskipun posisi klasemen bukan fokus utama, keberhasilan ini menunjukkan semangat dan kerja keras seluruh pemain.

Salah satu aktor penting dalam kebangkitan Pistons adalah Jalen Duren, yang mencatat 21 poin dan 18 rebound dalam pertandingan melawan Raptors. Pemain muda yang kini memasuki musim ketiganya itu mengaku bangga bisa mengantar tim kembali ke playoff setelah dua musim sebelumnya gagal mencapai 20 kemenangan. Ia juga menegaskan bahwa tim belum puas hanya dengan sekadar lolos ke playoff, karena target utama mereka adalah membawa pulang gelar juara ke Detroit.

Dengan rekor 43 kemenangan dan 34 kekalahan, Pistons akhirnya kembali ke playoff untuk pertama kalinya sejak musim 2018-2019. Meski dalam tiga penampilan terakhir mereka selalu tersingkir di babak pertama, semangat baru ini memberi harapan akan masa depan yang lebih cerah.

Miami Heat Hentikan Kemenangan Beruntun Celtics dalam Pertarungan Sengit

Miami Heat meraih kemenangan keenam beruntunnya setelah mengalahkan Boston Celtics dengan skor 124-103 di TD Garden, Boston, pada pertandingan NBA Kamis WIB. Tyler Herro tampil gemilang dengan mencetak 25 poin, memimpin tujuh pemain Heat yang berhasil mencetak dua digit angka. Kemenangan ini juga mengakhiri rentetan sembilan kemenangan berturut-turut yang sebelumnya dicatatkan oleh Celtics.

Pada babak pertama, Celtics hanya mampu memasukkan 37,2 persen tembakan mereka, dan meskipun mereka sempat memperkecil defisit dengan 24 poin dari Jaylen Brown, Heat tetap mempertahankan keunggulannya. Miami sempat unggul hingga 22 poin pada awal kuarter ketiga, namun Celtics, berkat perlawanan gigih, berhasil memangkas jarak hingga hanya tiga poin. Meski begitu, Heat kembali melaju menjauh dengan unggul 10 poin memasuki kuarter keempat. Celtics sempat mengurangi defisit menjadi empat poin di awal kuarter keempat, namun Miami tetap tidak terbendung.

Kemenangan ini memperkuat posisi Heat di peringkat kesembilan Wilayah Timur, sementara Celtics kini turun ke posisi kedua, di bawah Cleveland Cavaliers dengan enam pertandingan tersisa di musim reguler. Sementara itu, Cavaliers meraih kemenangan 124-105 atas New York Knicks, berkat kontribusi Donovan Mitchell dengan 27 poin dan Jarrett Allen dengan 21 poin. Knicks yang kehilangan Jalen Brunson, gagal mempertahankan keunggulan 15 poin mereka setelah babak pertama. Cavaliers bangkit di kuarter ketiga dengan mengungguli Knicks 38-25.

Sementara itu, Houston Rockets memastikan tiket playoff dengan kemenangan meyakinkan 143-105 atas Utah Jazz.

Nikola Jokic Ukir Sejarah dengan Triple-Double Fenomenal

Bintang Denver Nuggets, Nikola Jokic, kembali mengukir namanya dalam sejarah NBA dengan mencetak rekor yang belum pernah ada sebelumnya. Ia menjadi pemain pertama yang membukukan setidaknya 30 poin, 20 rebound, dan 20 assist dalam satu pertandingan. Catatan luar biasa ini terjadi saat Nuggets meraih kemenangan dramatis 149-141 atas Phoenix Suns melalui perpanjangan waktu, Sabtu (8/3). Dalam laga tersebut, Jokic tampil gemilang dengan mencetak 31 poin, 21 rebound, dan 22 assist.

Jokic mengungkapkan kebahagiannya atas pencapaian tersebut dan menyebut bahwa momen ini akan menjadi kenangan indah di masa pensiunnya. Sepanjang kariernya, ia telah mencetak berbagai rekor unik yang sulit ditandingi. Beberapa pencapaian luar biasa Jokic antara lain menjadi pemain pertama yang mencatatkan lebih dari 2.000 poin, 1.000 rebound, dan 500 assist dalam satu musim, serta pemain pertama yang memiliki total kombinasi poin, rebound, dan assist terbanyak dalam satu pascamusim. Ia juga memegang rekor sebagai pemain pertama yang mencatat 10 triple-double atau lebih dalam tujuh musim berturut-turut, rekor yang kini berlanjut ke musim kedelapan.

Selain itu, Jokic juga menjadi pemain pertama yang mencatatkan statistik 30-20-10 dalam satu pertandingan Final NBA, serta pemain pertama yang meraih 20-15-15 dalam waktu kurang dari 30 menit. Ia bahkan menjadi satu-satunya pemain Denver Nuggets yang pernah memenangkan penghargaan Most Valuable Player (MVP) NBA. Dengan performanya yang konsisten musim ini, Jokic kembali menjadi kandidat kuat untuk meraih gelar MVP keempatnya. Jika berhasil, ia akan bergabung dengan legenda NBA seperti Kareem Abdul-Jabbar, Michael Jordan, Bill Russell, LeBron James, dan Wilt Chamberlain dalam daftar elite peraih empat gelar MVP.

Meskipun Nuggets kehilangan beberapa pemain kunci setelah menjuarai NBA 2023, Jokic tetap mampu memimpin timnya bersaing di papan atas Wilayah Barat dengan performa dominannya.

Gegara Bentrok dengan Wasit, Bam Adebayo Harus Bayar Mahal!

Miami Heat harus menerima pukulan ganda setelah kekalahan mereka dari Minnesota Timberwolves pada Jumat malam (7/3) di Kaseya Center. Tidak hanya kalah dengan skor 106-104, mereka juga kehilangan Bam Adebayo yang terkena denda sebesar AS$50.000 atau sekitar Rp780 juta akibat insiden yang terjadi usai pertandingan.

NBA secara resmi mengumumkan sanksi ini pada Sabtu (8/3) waktu setempat. Menurut pernyataan dari Joe Dumars, Wakil Presiden Eksekutif NBA, Adebayo dikenai hukuman karena melakukan kontak tidak pantas dan mengucapkan kata-kata kasar kepada wasit.

Insiden yang Memicu Denda

Dengan kurang dari dua detik tersisa, Miami Heat yang tertinggal dua angka mencoba melakukan serangan terakhir. Adebayo mendapat bola, melakukan pump-fake, lalu melepaskan tembakan yang mengenai bagian atas papan pantul. Namun, ia merasa mendapatkan kontak dari Julius Randle, yang menurutnya seharusnya menghasilkan pelanggaran.

Sayangnya, wasit tidak menganggapnya sebagai pelanggaran, dan Laporan “Last Two Minute” NBA menegaskan bahwa keputusan tersebut benar. Merasa dirugikan, Adebayo langsung mendekati wasit dan melontarkan protes dengan cara yang dianggap tidak pantas.

Tidak berhenti di situ, kemarahannya terus berlanjut di ruang ganti. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan wasit, yang menurutnya tidak adil sepanjang pertandingan.

“Ini bukan hanya soal permainan terakhir,” ujar Adebayo setelah pertandingan. “Sepanjang pertandingan, saya merasa keputusan mereka merugikan kami. Saya bukan tipe pemain yang suka berdebat dengan wasit, karena saya tahu mereka punya tugas. Tapi kami juga punya tugas—kami bertarung di lapangan dan pantas mendapatkan kejelasan. Jika saya berbicara, setidaknya lihat mata saya dan jangan menghindar.”

Heat Terancam Tersingkir dari Playoff Langsung

Kekalahan dari Timberwolves membuat Heat kini memiliki rekor 29-33 musim ini. Sejak melepas Jimmy Butler ke Golden State Warriors, mereka hanya mencatat 5 kemenangan dalam 14 pertandingan.

Saat ini, mereka berada di posisi ketujuh Wilayah Timur, terpaut 5,5 pertandingan dari posisi keenam yang ditempati Detroit Pistons. Jika tidak segera bangkit, Heat kemungkinan harus kembali melalui Turnamen Play-In untuk mendapatkan tiket ke babak playoff.

Meski denda terhadap Adebayo telah diputuskan, insiden ini kembali memunculkan perdebatan tentang kualitas kepemimpinan wasit NBA. Banyak pemain yang sebelumnya mengeluhkan keputusan kontroversial yang sering terjadi di momen-momen krusial.

Namun, pada akhirnya, NBA tetap berpegang teguh pada aturannya. Denda adalah denda, dan Adebayo harus menerimanya meskipun rasa frustrasinya belum sepenuhnya mereda.

Laga Panas! Harga Tiket Lakers vs Celtics Tembus Rekor

Pertandingan sengit antara Los Angeles Lakers dan Boston Celtics menjadi laga yang paling dinantikan pekan ini. Ini akan menjadi pertemuan kedua sekaligus terakhir mereka di musim reguler NBA 2025. Kedua tim tengah berada dalam performa terbaiknya, sehingga permintaan tiket melonjak drastis. Alhasil, harga tiket untuk laga yang digelar di TD Garden besok mencapai angka fantastis.

Menurut data dari TickPick, harga tiket courtside menyentuh 23 ribu dolar AS atau setara dengan Rp376 juta, menjadikannya tiket laga kandang Celtics termahal sepanjang sejarah. Sementara itu, tiket termurah dijual seharga 485 dolar AS (sekitar Rp7,9 juta). Secara rata-rata, harga tiket pertandingan ini berada di angka 731 dolar AS (Rp11,9 juta), menjadikannya pertandingan dengan tiket termahal ketujuh dalam sejarah musim reguler NBA. Rekor harga tiket rata-rata tertinggi masih dipegang laga Lakers vs Jazz pada 13 April 2016, yang mencapai 1.137 dolar AS.

Kondisi Terkini Lakers dan Celtics

Saat ini, baik Lakers maupun Celtics menempati peringkat kedua di masing-masing wilayah. Celtics memiliki catatan impresif dengan 45 kemenangan dan 18 kekalahan, serta sudah memastikan tempat di postseason. Mereka juga sedang dalam tren positif dengan tiga kemenangan beruntun.

Di sisi lain, Lakers yang memiliki rekor 40-21 juga tampil luar biasa. Mereka tidak terkalahkan dalam delapan pertandingan terakhir, salah satunya berkat kehadiran bintang baru mereka, Luka Doncic.

Menariknya, pertemuan kali ini akan berbeda dari laga sebelumnya. Pada pertemuan pertama di Crypto.com Arena pada 23 Januari lalu, Lakers menang telak 117-96. Kala itu, Anthony Davis menjadi bintang dengan mencetak 24 poin, 8 rebound, dan 3 asis, sedangkan Kristaps Porzingis menjadi pencetak poin terbanyak bagi Celtics dengan 22 angka. Kini, Luka Doncic menjadi senjata baru Lakers. Pada pertandingan terakhir melawan Knicks, ia tampil gemilang dengan 32 poin, 12 rebound, dan 7 asis, membawa Lakers menang 113-109 melalui overtime. Sejak kedatangan Doncic, Lakers mencatatkan 9 kemenangan dalam 11 laga.

Antusiasme Jelang Laga

Bintang Celtics, Jayson Tatum, tak bisa menyembunyikan antusiasmenya jelang laga besar ini. Ia meyakini bahwa pertandingan ini akan menjadi tontonan yang seru bagi para penggemar NBA.
“Ini adalah pertandingan yang dinanti-nantikan banyak orang,” ujar Tatum usai kemenangan Celtics atas Sixers dengan skor 123-105.

Dalam catatan sejarah, Celtics masih unggul dalam rekor pertemuan klasik ini. Dari total 301 pertandingan, Celtics menang 166 kali, sedangkan Lakers mengoleksi 135 kemenangan. Celtics, yang berhasil meraih gelar juara NBA 2024, juga kini memegang rekor sebagai tim dengan gelar terbanyak, yakni 18 trofi, unggul satu dari Lakers yang memiliki 17 gelar.

Dengan atmosfer panas dan bintang-bintang besar di kedua tim, pertandingan ini diprediksi akan berlangsung seru dan menjadi salah satu duel klasik terbaik di NBA musim ini.

Apa yang Hilang dari NBA All-Star Sejak Kobe Bryant Pensiun?

Brendan Haywood, mantan pemain NBA yang dikenal saat membela Dallas Mavericks, mengungkapkan pandangannya tentang penurunan kualitas NBA All-Star dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Haywood, kemeriahan dan intensitas yang pernah ada dalam pertandingan All-Star NBA mulai memudar setelah pensiunnya legenda Lakers, Kobe Bryant.

Dalam acara Triple Threat di CBS Sports Network, Haywood menyatakan bahwa penurunan ini terjadi sejak tahun 2017, yang juga merupakan tahun terakhir Kobe berkompetisi di NBA. Kobe, yang menghabiskan 20 tahun kariernya bersama Los Angeles Lakers, memang menjadi sosok yang membawa banyak semangat dan tradisi dalam perhelatan All-Star Game.

“Pernahkah Anda bertanya-tanya kapan kualitas All-Star benar-benar mulai menurun? Jawabannya adalah saat Kobe Bryant pensiun. Kobe adalah sosok yang menjaga standar tinggi dalam permainan All-Star. Dia pernah bermain meski dalam kondisi cedera parah, bahkan hidungnya patah saat All-Star,” ungkap Haywood dengan tegas.

Haywood mengingatkan sebuah momen legendaris di NBA All-Star 2012, di mana Kobe yang dilanggar oleh Dwyane Wade tetap melanjutkan pertandingan dan berhasil membawa tim Wilayah Barat meraih kemenangan dengan skor 152-149 atas Wilayah Timur. Bagi Haywood, momen ini menggambarkan betapa besar dedikasi Kobe terhadap permainan dan bagaimana dia menjadikan All-Star lebih dari sekadar pertandingan biasa.

Lebih lanjut, Haywood menjelaskan bahwa daya tarik All-Star Game era 90-an sangat kuat berkat dedikasi Michael Jordan, yang menganggap pertandingan ini sebagai ajang untuk menunjukkan kualitas permainan. Ketika Jordan pensiun, Kobe Bryant mengambil alih peran tersebut dan terus mempertahankan standar tinggi yang ada. Namun, menurut Haywood, hal itu tidak terjadi lagi setelah Kobe pensiun.

“Kobe merasa bahwa tugasnya adalah melanjutkan tradisi yang sudah ditetapkan oleh Michael Jordan. Tapi sekarang, saya rasa tidak ada lagi yang benar-benar menjaga tradisi itu. Semua orang seolah menghindar dan itulah masalah utamanya,” ujar Haywood, yang juga merupakan juara NBA bersama Mavericks pada 2011.

Meskipun tidak ada cara pasti untuk mengukur kualitas permainan All-Star, banyak yang merasakan penurunan sejak pensiunnya Kobe. Salah satu momen penting pasca-pensiunnya Kobe adalah pada All-Star Game 2020, yang diadakan sebulan setelah kematian tragis Kobe. Pada kesempatan tersebut, NBA mengganti nama trofi MVP All-Star menjadi “Trofi Kobe Bryant” sebagai bentuk penghormatan kepada sang legenda.

Setelah pensiun, wajah liga NBA beralih kepada LeBron James, yang menjadi sosok sentral dalam banyak aspek permainan. Namun, Haywood mengungkapkan bahwa LeBron tampaknya tidak lagi memiliki gairah yang sama terhadap All-Star seperti pada awal-awal kariernya. Bahkan, LeBron belum pernah bermain lebih dari 20 menit dalam All-Star Game sejak dekade ini dimulai.

“Jika LeBron, atau siapa pun yang dianggap sebagai wajah liga—apakah itu Ant-Man, Wemby, Joker, atau Jayson Tatum—mengatakan, ‘Mari kita bermain serius,’ maka semua orang akan mengikuti,” jelas Haywood. “Pada akhirnya, mereka-lah yang menetapkan standar. Michael Jordan sudah memulainya dengan menetapkan standar yang sangat tinggi bersama Magic Johnson dan Larry Bird. Kobe melanjutkannya, namun sekarang tampaknya sudah tidak ada yang melanjutkan tradisi tersebut,” pungkasnya.

Dengan pandangan ini, Haywood menekankan bahwa NBA All-Star Game membutuhkan figur yang bisa menjaga semangat dan standar tinggi yang pernah ditetapkan oleh Kobe Bryant dan Michael Jordan. Tanpa itu, perhelatan tersebut bisa terus kehilangan daya tariknya bagi penggemar.

Kyrie Irving Ingin Bela Australia di Olimpiade 2028, Tunggu Persetujuan FIBA dan USA Basketball

Bintang Dallas Mavericks, Kyrie Irving, mengungkapkan keinginannya untuk membela tim nasional Australia pada Olimpiade Los Angeles 2028. Irving, yang lahir di Melbourne, berharap bisa memenuhi syarat untuk bergabung dengan Boomers dalam beberapa tahun ke depan.

“Saat ini, kami sedang dalam proses mengurus hal itu,” ujar Irving ketika ditanya mengenai kemungkinan beralih dari Timnas Amerika Serikat ke Australia.

Menurutnya, ada berbagai dokumen yang harus diselesaikan agar ia dapat memenuhi syarat bermain untuk Australia. Selain itu, proses ini juga memerlukan persetujuan dari USA Basketball, FIBA, dan Basketball Australia.

Irving sebelumnya memperkuat Timnas Amerika Serikat di Olimpiade Rio 2016 dan sukses meraih medali emas. Namun, ia tidak masuk dalam skuad Olimpiade dua edisi terakhir, termasuk tim yang berlaga di Paris 2024.

“Tentu saja, keputusan akhir masih ada di tangan Tim USA,” lanjutnya. “Namun bagi saya, ini adalah tentang memberikan yang terbaik. Jika saya memiliki kesempatan untuk bermain bersama Australia di masa depan, itu akan menjadi pengalaman yang luar biasa.”

Jika mendapat persetujuan, Irving akan berusia 36 tahun pada Olimpiade 2028. Ia berpotensi bergabung dengan skuad Australia yang diperkuat oleh sejumlah pemain NBA seperti Josh Giddey, Dyson Daniels, Ben Simmons, Dante Exum, dan Josh Green.

Timnas Australia terakhir kali meraih medali perunggu pada Olimpiade Tokyo 2020, tetapi hanya mampu finis di peringkat keenam pada Olimpiade Paris 2024 setelah kalah dari Serbia di babak perempat final melalui perpanjangan waktu.

Luka Doncic Kembali Jadi Sorotan, Nico Harrison Kena Kritik Lagi!

Dallas Mavericks tampaknya masih menjadi sorotan setelah melepas bintang mereka, Luka Doncic, ke Los Angeles Lakers. General Manager Mavericks, Nico Harrison, terus mendapat tekanan akibat dugaan berbagai pelanggaran, mulai dari manipulasi laporan cedera hingga menutup pintu negosiasi bagi tim lain yang ingin mengajukan tawaran.

Sejak Doncic resmi bergabung dengan Lakers, berbagai spekulasi terus bermunculan. Salah satu tuduhan paling kontroversial adalah klaim bahwa Mavericks sengaja memalsukan laporan cedera Doncic demi memperlancar proses perdagangan. Tim mengumumkan bahwa Doncic mengalami cedera pergelangan tangan kanan pada November lalu, tetapi laporan terbaru mengungkap bahwa alasan tersebut tidak sepenuhnya benar.

Manipulasi Cedera untuk Kepentingan Perdagangan?

Menurut laporan dari The Athletic, ada indikasi bahwa Mavericks menggunakan cedera Doncic sebagai dalih untuk memberinya waktu istirahat dan menyiapkan langkah pertukaran. “Pada bulan November, Doncic melewatkan lima pertandingan karena cedera pergelangan tangan kanan. Namun, sumber dalam tim mengungkapkan bahwa klasifikasi cedera tersebut tidak sepenuhnya akurat. Faktanya, Doncic seharusnya memanfaatkan waktu itu untuk meningkatkan kondisi fisiknya,” ungkap laporan tersebut.

Laporan ini memicu dugaan bahwa kondisi fisik Doncic menjadi faktor utama dalam keputusan Mavericks untuk melepasnya. Bahkan setelah kepindahannya, Doncic mendapat kritik tajam dari pemilik mayoritas Mavericks, Patrick Dumont, yang secara tidak langsung menyindir etos kerjanya.

“(Michael) Jordan, (Larry) Bird, Kobe (Bryant), Shaq(uille O’Neal) bekerja sangat keras setiap hari, dengan satu tujuan: kemenangan,” ujar Dumont. “Jika Anda tidak memiliki mentalitas itu, Anda tidak cocok untuk menjadi bagian dari Dallas Mavericks. Jika Anda ingin bersantai, jangan lakukan itu di sini.”

Kesepakatan Eksklusif dengan Lakers Picu Kekecewaan

Selain dugaan manipulasi cedera, cara Mavericks menangani perdagangan Doncic juga menuai kontroversi. Beberapa manajer umum dari tim NBA lainnya mengungkapkan rasa frustrasi mereka terhadap Harrison, yang diduga hanya bernegosiasi dengan Lakers tanpa mempertimbangkan tawaran dari tim lain.

“Setelah kesepakatan diumumkan, sejumlah eksekutif dari tim lain menyatakan bahwa mereka memiliki tawaran yang lebih baik daripada Lakers,” tulis The Athletic. “Namun, mereka merasa tidak diberi kesempatan yang adil untuk bersaing mendapatkan Doncic.”

Sumber lain menyebutkan bahwa Harrison sempat menghubungi satu tim selain Lakers untuk kemungkinan pertukaran Doncic, tetapi akhirnya hanya serius menegosiasikan kesepakatan dengan Los Angeles. Dugaan ini semakin memperkuat anggapan bahwa Mavericks sejak awal memang hanya berniat menjual Doncic ke Lakers, meskipun ada tawaran lebih tinggi dari tim lain.

Alasan utama di balik keputusan ini diduga adalah keinginan Harrison untuk menjaga agar perdagangan tetap tertutup hingga benar-benar resmi. Dia diyakini ingin menghindari potensi kegaduhan di internal Mavericks yang bisa menghambat jalannya transaksi.

Masa Depan Luka Doncic di Lakers

Keputusan Dallas untuk melepas Doncic juga dikaitkan dengan status kontraknya. Pemain berusia 25 tahun itu memenuhi syarat untuk menandatangani perpanjangan supermax senilai $345 juta dengan Mavericks pada musim panas ini. Namun, menurut laporan The Athletic, Dallas sebenarnya tidak pernah memiliki rencana untuk menawarkan kontrak tersebut.

Kini, dengan Doncic telah berseragam Lakers, perdebatan tentang cara Mavericks menangani situasi ini belum berakhir. Banyak pihak yang merasa keputusan Dallas penuh dengan kejanggalan, baik dari sisi medis maupun manajemen. Sementara itu, Lakers berharap kedatangan Doncic dapat membawa mereka kembali ke jalur juara, sementara Mavericks harus menghadapi konsekuensi dari keputusan yang mereka ambil.

Kevin Durant Cetak Sejarah! Jadi Pemain Kedelapan di NBA yang Tembus 30.000 Poin

Kevin Durant kembali membuktikan statusnya sebagai salah satu pemain terbaik dalam sejarah NBA dengan mencapai tonggak prestisius 30.000 poin sepanjang kariernya. Pencapaian luar biasa ini diraih saat Phoenix Suns menghadapi Memphis Grizzlies pada Selasa malam (Rabu WIB), di mana Durant mencetak angka bersejarah tersebut melalui lemparan bebas di kuarter ketiga.

Durant kini masuk dalam daftar eksklusif pemain yang telah mencapai 30.000 poin, bergabung dengan para legenda NBA seperti LeBron James (41.623), Kareem Abdul-Jabbar (38.387), Karl Malone (36.928), Kobe Bryant (33.643), Michael Jordan (32.292), Dirk Nowitzki (31.560), dan Wilt Chamberlain (31.419). Meskipun tampil gemilang dengan mencetak 34 poin dengan akurasi tinggi (12 dari 18 tembakan), Durant belum mampu membawa Suns meraih kemenangan, dengan pertandingan berakhir 119-112 untuk keunggulan Grizzlies.

Dalam wawancara usai laga, Durant mengungkapkan kebanggaannya bisa sejajar dengan para legenda yang telah membentuk sejarah NBA. “Ini adalah kehormatan besar bisa berada di kategori yang sama dengan mereka. Sejak awal, saya hanya fokus memberikan yang terbaik setiap hari. Jika nama saya kini disebut di antara mereka, berarti saya telah melakukan sesuatu yang benar,” ujar Durant.

Catatan impresif Durant ini dicapai dalam 1.101 pertandingan, jumlah yang sama dengan yang dibutuhkan Kareem Abdul-Jabbar untuk mencapai angka tersebut. Hanya Wilt Chamberlain (941) dan Michael Jordan (960) yang berhasil mencapai 30.000 poin dalam jumlah pertandingan lebih sedikit. Pelatih Suns, Mike Budenholzer, turut memberikan apresiasi kepada bintang timnya. “Ini adalah momen spesial bagi semua orang yang ada di sekitarnya. Kami semua menyaksikan dedikasi, kerja keras, dan perhatiannya terhadap detail. 30.000 poin adalah bukti nyata dari usahanya selama ini,” kata Budenholzer.

Sebagai pemain yang telah 15 kali tampil di NBA All-Star, Durant terus menunjukkan konsistensi luar biasa dengan selalu mencetak setidaknya 20 poin per pertandingan di setiap musimnya. Musim ini, ia membukukan rata-rata 27,1 poin per laga dengan tingkat akurasi tembakan mencapai 52,8 persen.

Sejak debutnya di NBA sebagai pilihan kedua dalam NBA Draft 2007, Durant telah menjadi mesin pencetak angka. Ia mencetak 17.566 poin selama sembilan musim bersama Oklahoma City Thunder (awalnya Seattle SuperSonics di musim pertamanya), sebelum melanjutkan kariernya di Golden State Warriors (5.374 poin), Brooklyn Nets (3.744), dan kini Phoenix Suns (3.324). Dengan total 30.008 poin sejauh ini, Durant dipastikan akan terus menambah angka dalam perjalanan kariernya yang masih jauh dari kata selesai.

Drama NBA! Mavericks Melepas Luka Doncic ke Lakers, Fans Heboh

Dallas, TX – Dunia basket NBA dikejutkan dengan langkah besar yang diambil oleh Dallas Mavericks. Tim asal Texas ini memutuskan untuk melepas bintang muda mereka, Luka Doncic, ke Los Angeles Lakers, yang menggantikan posisi bintang muda tersebut dengan Anthony Davis. Ini menjadi salah satu keputusan paling mengejutkan di musim ini, karena Doncic sendiri adalah salah satu pemain muda paling berbakat dan berpotensi besar di liga. Namun, di balik langkah besar ini, ada alasan strategis yang mendalam.

Manajer Umum Mavericks, Nico Harrison, mengungkapkan dalam wawancara dengan Tim MacMahon dari ESPN bahwa prioritas tim saat ini adalah memperkuat lini pertahanan mereka. “Kami percaya bahwa pertahanan yang tangguh adalah fondasi untuk meraih juara. Dengan menambah Anthony Davis, seorang pemain bertahan kelas dunia yang juga telah masuk dalam All-Defensive dan All-NBA, kami merasa ini akan memperbesar peluang kami untuk meraih kemenangan besar, baik untuk sekarang maupun di masa depan,” kata Harrison.

Penyebab Dibalik Pertukaran Doncic

Meski alasan utama bagi Mavericks untuk menambah kekuatan pertahanan dengan Davis cukup jelas, namun ada faktor lain yang mendorong mereka untuk melepas Doncic. Pemain asal Slovenia ini memang sudah beberapa kali berjuang dengan cedera, yang membuat tim harus mempertimbangkan faktor kebugarannya dengan lebih cermat. Setelah mengalami cedera betis pada Desember 2024, Doncic absen lebih dari sebulan dan melewatkan 19 pertandingan hingga Februari 2025. Akibatnya, ia tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan penghargaan NBA tahun ini, termasuk MVP.

Meski demikian, Doncic masih dianggap sebagai salah satu kandidat MVP pada tahun 2024, bersaing ketat dengan Nikola Jokic dan Shai Gilgeous-Alexander. Namun, performa Doncic musim ini tidak sebaik musim lalu. Dengan hanya tampil di 22 pertandingan, ia rata-rata mencetak 28,1 poin, 8,3 rebound, dan 7,8 asis per pertandingan, tetapi ketidakhadirannya yang berulang membuat dampaknya terhadap tim terasa.

Lebih lanjut, rumor juga beredar terkait dengan masalah berat badan Doncic, yang diyakini turut berperan dalam keputusan Mavericks. Setelah cedera yang terjadi pada Hari Natal 2024, Doncic dikabarkan mengalami kenaikan berat badan signifikan, yang menjadi perhatian besar bagi tim medis. Laporan dari ESPN menyebutkan bahwa pemain berusia 25 tahun tersebut kini memiliki berat sekitar 270 pon (122 kg), yang lebih tinggi dari berat badan biasanya.

Pertimbangan Kontrak Super Maksimal

Tidak hanya masalah kebugaran dan cedera, masalah kontrak juga menjadi bagian penting dalam keputusan ini. Luka Doncic berpeluang mendapatkan kontrak super maksimal pada musim panas mendatang, yang diperkirakan bernilai hingga 350 juta Dolar AS. Manajemen Mavericks mulai merasa khawatir dengan potensi beban finansial yang besar, terlebih jika masalah fisik Doncic tidak segera teratasi.

“Dengan adanya kekhawatiran terkait kondisi fisik Luka dan dengan kontrak super maksimal yang semakin mendekat, kami harus mempertimbangkan keputusan jangka panjang yang terbaik bagi tim,” tambah MacMahon.

Kejutan yang Mengguncang Dunia NBA

Keputusan Mavericks untuk menukar Luka Doncic dengan Anthony Davis jelas mengejutkan banyak pihak, baik penggemar maupun analis NBA. Tidak ada yang menyangka bahwa Mavericks, yang selama ini mengandalkan Doncic sebagai bintang utama mereka, akan memilih untuk melepaskannya demi memperkuat pertahanan mereka dengan pemain seperti Davis.

Dengan kedatangan Davis, Mavericks berharap dapat memperbaiki lini pertahanan mereka yang dinilai kurang solid, sementara Los Angeles Lakers kini mendapatkan sosok yang bisa menjadi tulang punggung masa depan mereka. Dengan pengalaman dan kualitas bertahan yang luar biasa, Davis diharapkan bisa membawa Lakers kembali ke jalur juara.

Keputusan ini tentu menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan penggemar NBA. Apakah langkah Mavericks ini akan membuahkan hasil, atau justru menjadi keputusan yang disesali dalam jangka panjang? Hanya waktu yang akan menjawab apakah keputusan besar ini akan menjadi kunci kesuksesan atau malah menjadi batu sandungan bagi kedua tim.