Gegara Bentrok dengan Wasit, Bam Adebayo Harus Bayar Mahal!

Miami Heat harus menerima pukulan ganda setelah kekalahan mereka dari Minnesota Timberwolves pada Jumat malam (7/3) di Kaseya Center. Tidak hanya kalah dengan skor 106-104, mereka juga kehilangan Bam Adebayo yang terkena denda sebesar AS$50.000 atau sekitar Rp780 juta akibat insiden yang terjadi usai pertandingan.

NBA secara resmi mengumumkan sanksi ini pada Sabtu (8/3) waktu setempat. Menurut pernyataan dari Joe Dumars, Wakil Presiden Eksekutif NBA, Adebayo dikenai hukuman karena melakukan kontak tidak pantas dan mengucapkan kata-kata kasar kepada wasit.

Insiden yang Memicu Denda

Dengan kurang dari dua detik tersisa, Miami Heat yang tertinggal dua angka mencoba melakukan serangan terakhir. Adebayo mendapat bola, melakukan pump-fake, lalu melepaskan tembakan yang mengenai bagian atas papan pantul. Namun, ia merasa mendapatkan kontak dari Julius Randle, yang menurutnya seharusnya menghasilkan pelanggaran.

Sayangnya, wasit tidak menganggapnya sebagai pelanggaran, dan Laporan “Last Two Minute” NBA menegaskan bahwa keputusan tersebut benar. Merasa dirugikan, Adebayo langsung mendekati wasit dan melontarkan protes dengan cara yang dianggap tidak pantas.

Tidak berhenti di situ, kemarahannya terus berlanjut di ruang ganti. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan wasit, yang menurutnya tidak adil sepanjang pertandingan.

“Ini bukan hanya soal permainan terakhir,” ujar Adebayo setelah pertandingan. “Sepanjang pertandingan, saya merasa keputusan mereka merugikan kami. Saya bukan tipe pemain yang suka berdebat dengan wasit, karena saya tahu mereka punya tugas. Tapi kami juga punya tugas—kami bertarung di lapangan dan pantas mendapatkan kejelasan. Jika saya berbicara, setidaknya lihat mata saya dan jangan menghindar.”

Heat Terancam Tersingkir dari Playoff Langsung

Kekalahan dari Timberwolves membuat Heat kini memiliki rekor 29-33 musim ini. Sejak melepas Jimmy Butler ke Golden State Warriors, mereka hanya mencatat 5 kemenangan dalam 14 pertandingan.

Saat ini, mereka berada di posisi ketujuh Wilayah Timur, terpaut 5,5 pertandingan dari posisi keenam yang ditempati Detroit Pistons. Jika tidak segera bangkit, Heat kemungkinan harus kembali melalui Turnamen Play-In untuk mendapatkan tiket ke babak playoff.

Meski denda terhadap Adebayo telah diputuskan, insiden ini kembali memunculkan perdebatan tentang kualitas kepemimpinan wasit NBA. Banyak pemain yang sebelumnya mengeluhkan keputusan kontroversial yang sering terjadi di momen-momen krusial.

Namun, pada akhirnya, NBA tetap berpegang teguh pada aturannya. Denda adalah denda, dan Adebayo harus menerimanya meskipun rasa frustrasinya belum sepenuhnya mereda.

Apa yang Hilang dari NBA All-Star Sejak Kobe Bryant Pensiun?

Brendan Haywood, mantan pemain NBA yang dikenal saat membela Dallas Mavericks, mengungkapkan pandangannya tentang penurunan kualitas NBA All-Star dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Haywood, kemeriahan dan intensitas yang pernah ada dalam pertandingan All-Star NBA mulai memudar setelah pensiunnya legenda Lakers, Kobe Bryant.

Dalam acara Triple Threat di CBS Sports Network, Haywood menyatakan bahwa penurunan ini terjadi sejak tahun 2017, yang juga merupakan tahun terakhir Kobe berkompetisi di NBA. Kobe, yang menghabiskan 20 tahun kariernya bersama Los Angeles Lakers, memang menjadi sosok yang membawa banyak semangat dan tradisi dalam perhelatan All-Star Game.

“Pernahkah Anda bertanya-tanya kapan kualitas All-Star benar-benar mulai menurun? Jawabannya adalah saat Kobe Bryant pensiun. Kobe adalah sosok yang menjaga standar tinggi dalam permainan All-Star. Dia pernah bermain meski dalam kondisi cedera parah, bahkan hidungnya patah saat All-Star,” ungkap Haywood dengan tegas.

Haywood mengingatkan sebuah momen legendaris di NBA All-Star 2012, di mana Kobe yang dilanggar oleh Dwyane Wade tetap melanjutkan pertandingan dan berhasil membawa tim Wilayah Barat meraih kemenangan dengan skor 152-149 atas Wilayah Timur. Bagi Haywood, momen ini menggambarkan betapa besar dedikasi Kobe terhadap permainan dan bagaimana dia menjadikan All-Star lebih dari sekadar pertandingan biasa.

Lebih lanjut, Haywood menjelaskan bahwa daya tarik All-Star Game era 90-an sangat kuat berkat dedikasi Michael Jordan, yang menganggap pertandingan ini sebagai ajang untuk menunjukkan kualitas permainan. Ketika Jordan pensiun, Kobe Bryant mengambil alih peran tersebut dan terus mempertahankan standar tinggi yang ada. Namun, menurut Haywood, hal itu tidak terjadi lagi setelah Kobe pensiun.

“Kobe merasa bahwa tugasnya adalah melanjutkan tradisi yang sudah ditetapkan oleh Michael Jordan. Tapi sekarang, saya rasa tidak ada lagi yang benar-benar menjaga tradisi itu. Semua orang seolah menghindar dan itulah masalah utamanya,” ujar Haywood, yang juga merupakan juara NBA bersama Mavericks pada 2011.

Meskipun tidak ada cara pasti untuk mengukur kualitas permainan All-Star, banyak yang merasakan penurunan sejak pensiunnya Kobe. Salah satu momen penting pasca-pensiunnya Kobe adalah pada All-Star Game 2020, yang diadakan sebulan setelah kematian tragis Kobe. Pada kesempatan tersebut, NBA mengganti nama trofi MVP All-Star menjadi “Trofi Kobe Bryant” sebagai bentuk penghormatan kepada sang legenda.

Setelah pensiun, wajah liga NBA beralih kepada LeBron James, yang menjadi sosok sentral dalam banyak aspek permainan. Namun, Haywood mengungkapkan bahwa LeBron tampaknya tidak lagi memiliki gairah yang sama terhadap All-Star seperti pada awal-awal kariernya. Bahkan, LeBron belum pernah bermain lebih dari 20 menit dalam All-Star Game sejak dekade ini dimulai.

“Jika LeBron, atau siapa pun yang dianggap sebagai wajah liga—apakah itu Ant-Man, Wemby, Joker, atau Jayson Tatum—mengatakan, ‘Mari kita bermain serius,’ maka semua orang akan mengikuti,” jelas Haywood. “Pada akhirnya, mereka-lah yang menetapkan standar. Michael Jordan sudah memulainya dengan menetapkan standar yang sangat tinggi bersama Magic Johnson dan Larry Bird. Kobe melanjutkannya, namun sekarang tampaknya sudah tidak ada yang melanjutkan tradisi tersebut,” pungkasnya.

Dengan pandangan ini, Haywood menekankan bahwa NBA All-Star Game membutuhkan figur yang bisa menjaga semangat dan standar tinggi yang pernah ditetapkan oleh Kobe Bryant dan Michael Jordan. Tanpa itu, perhelatan tersebut bisa terus kehilangan daya tariknya bagi penggemar.