Rekor Kepuasan Publik Terhadap PSSI di Era Erick Thohir: Antara Kesuksesan dan Tantangan

Sebuah survei yang dirilis oleh Indikator Politik Indonesia bertajuk “Isu-Isu Persepakbolaan di Mata Publik dan Pertaruhan Besar PSSI” mengungkapkan bahwa 75,1 persen masyarakat merasa puas dengan kinerja PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir. Survei ini dilakukan pada 22-28 Desember 2024 dengan melibatkan 1.220 responden berusia 17 tahun ke atas. Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik lebih tinggi pada kelompok yang memiliki interaksi intens dengan dunia sepak bola. Selain itu, masyarakat yang aktif menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, TikTok, serta mereka yang rutin mengakses berita online atau menonton podcast juga menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi terhadap kinerja PSSI.

Menurut Burhanuddin, peneliti utama sekaligus pendiri Indikator Politik Indonesia, tingkat kepuasan ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah PSSI. Survei ini menilai lima aspek utama kinerja PSSI, yaitu mengembangkan sepak bola Indonesia agar lebih modern, maju, dan profesional dengan mengedepankan prinsip sportivitas; membentuk tim nasional yang berkualitas serta berprestasi; mempromosikan nilai-nilai fair play, persatuan, pendidikan, budaya, dan kemanusiaan melalui sepak bola; melahirkan atlet-atlet sepak bola yang kompeten; serta mengelola dan mengoordinasikan turnamen serta kompetisi secara efektif. Sebanyak 66,2 persen responden menyatakan puas terhadap pencapaian PSSI pada lima aspek tersebut.

Pengamat sepak bola, Mohamad Kusnaeni, menilai bahwa Erick Thohir telah membawa perubahan positif sejak mulai memimpin PSSI pada Februari 2023. Namun, ia juga mengkritisi langkah PSSI baru-baru ini yang menggantikan pelatih tim nasional Shin Tae-yong dengan Patrick Kluivert. Meski keputusan tersebut sah secara hukum, Kusnaeni berpendapat bahwa prosesnya kurang mencerminkan tata kelola kelembagaan yang ideal. Hal ini terutama karena PSSI harus membayar kompensasi besar kepada Shin, yang kontraknya masih berlaku hingga Juni 2027. Ia menyarankan agar proses penggantian dilakukan dengan lebih baik melalui komunikasi yang terencana dan elegan untuk menghindari kerugian besar serta menjaga citra profesionalisme PSSI di mata publik.

Coach Justin Mundur dari Pembahasan Shin Tae-yong Akibat Ancaman Doxing: PSSI Angkat Bicara

Dalam dunia sepak bola Indonesia, keputusan mengejutkan datang dari Justinus Lhaksana, atau Coach Justin, seorang pengamat sepak bola yang dikenal kritis. Ia menyatakan berhenti membahas pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong (STY), setelah menghadapi ancaman serius berupa doxing. Ancaman ini melibatkan penyebaran data pribadi dirinya dan orang-orang terdekat, yang dinilai membahayakan keamanan keluarga.

Coach Justin mengumumkan keputusan ini melalui akun media sosial X (@CoachJustinL) pada Jumat, 27 Desember 2024. Keputusan itu diambil setelah ia menerima peringatan dari akun anonim bernama @volt_anonym, yang sebelumnya juga diduga menyebarkan data pribadi pengamat sepak bola lainnya, Tommy Welly atau Bung Towel.

Dalam pernyataannya, Justin mengungkapkan bahwa diskusi terkait Shin Tae-yong akan dihentikan sepenuhnya di semua platformnya. Namun, ia menegaskan tetap akan membahas Timnas Indonesia secara umum, termasuk ulasan pertandingan dan liga lainnya. “Gue memutuskan untuk tidak membahas Shin Tae-yong lagi di mana pun, untuk menghindari risiko lebih besar,” ucapnya.

Menanggapi situasi ini, Arya Sinuligga, anggota Komite Eksekutif PSSI, menyayangkan tindakan doxing yang bertentangan dengan prinsip sportivitas dalam sepak bola. Ia menegaskan bahwa kritik adalah bagian penting dalam kemajuan sepak bola di Indonesia. “Dalam keluarga sepak bola, kritik adalah hal yang biasa dan berguna untuk perbaikan. Ancaman seperti doxing tidak sejalan dengan semangat sportivitas,” ujar Arya pada Sabtu, 28 Desember 2024.

Arya juga menekankan pentingnya kritik terhadap pelatih seperti Shin Tae-yong agar Timnas Indonesia terus berkembang. PSSI berharap ancaman dan serangan pribadi terhadap pengamat sepak bola dapat dihentikan, mengembalikan fokus pada diskusi positif demi kemajuan sepak bola nasional.

Situasi ini menjadi sorotan karena mencerminkan tantangan dalam menjaga kebebasan berpendapat di dunia olahraga, terutama di tengah iklim sepak bola Indonesia yang penuh gairah namun kadang kurang kondusif terhadap perbedaan pandangan.