Apa yang Hilang dari NBA All-Star Sejak Kobe Bryant Pensiun?

Brendan Haywood, mantan pemain NBA yang dikenal saat membela Dallas Mavericks, mengungkapkan pandangannya tentang penurunan kualitas NBA All-Star dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Haywood, kemeriahan dan intensitas yang pernah ada dalam pertandingan All-Star NBA mulai memudar setelah pensiunnya legenda Lakers, Kobe Bryant.

Dalam acara Triple Threat di CBS Sports Network, Haywood menyatakan bahwa penurunan ini terjadi sejak tahun 2017, yang juga merupakan tahun terakhir Kobe berkompetisi di NBA. Kobe, yang menghabiskan 20 tahun kariernya bersama Los Angeles Lakers, memang menjadi sosok yang membawa banyak semangat dan tradisi dalam perhelatan All-Star Game.

“Pernahkah Anda bertanya-tanya kapan kualitas All-Star benar-benar mulai menurun? Jawabannya adalah saat Kobe Bryant pensiun. Kobe adalah sosok yang menjaga standar tinggi dalam permainan All-Star. Dia pernah bermain meski dalam kondisi cedera parah, bahkan hidungnya patah saat All-Star,” ungkap Haywood dengan tegas.

Haywood mengingatkan sebuah momen legendaris di NBA All-Star 2012, di mana Kobe yang dilanggar oleh Dwyane Wade tetap melanjutkan pertandingan dan berhasil membawa tim Wilayah Barat meraih kemenangan dengan skor 152-149 atas Wilayah Timur. Bagi Haywood, momen ini menggambarkan betapa besar dedikasi Kobe terhadap permainan dan bagaimana dia menjadikan All-Star lebih dari sekadar pertandingan biasa.

Lebih lanjut, Haywood menjelaskan bahwa daya tarik All-Star Game era 90-an sangat kuat berkat dedikasi Michael Jordan, yang menganggap pertandingan ini sebagai ajang untuk menunjukkan kualitas permainan. Ketika Jordan pensiun, Kobe Bryant mengambil alih peran tersebut dan terus mempertahankan standar tinggi yang ada. Namun, menurut Haywood, hal itu tidak terjadi lagi setelah Kobe pensiun.

“Kobe merasa bahwa tugasnya adalah melanjutkan tradisi yang sudah ditetapkan oleh Michael Jordan. Tapi sekarang, saya rasa tidak ada lagi yang benar-benar menjaga tradisi itu. Semua orang seolah menghindar dan itulah masalah utamanya,” ujar Haywood, yang juga merupakan juara NBA bersama Mavericks pada 2011.

Meskipun tidak ada cara pasti untuk mengukur kualitas permainan All-Star, banyak yang merasakan penurunan sejak pensiunnya Kobe. Salah satu momen penting pasca-pensiunnya Kobe adalah pada All-Star Game 2020, yang diadakan sebulan setelah kematian tragis Kobe. Pada kesempatan tersebut, NBA mengganti nama trofi MVP All-Star menjadi “Trofi Kobe Bryant” sebagai bentuk penghormatan kepada sang legenda.

Setelah pensiun, wajah liga NBA beralih kepada LeBron James, yang menjadi sosok sentral dalam banyak aspek permainan. Namun, Haywood mengungkapkan bahwa LeBron tampaknya tidak lagi memiliki gairah yang sama terhadap All-Star seperti pada awal-awal kariernya. Bahkan, LeBron belum pernah bermain lebih dari 20 menit dalam All-Star Game sejak dekade ini dimulai.

“Jika LeBron, atau siapa pun yang dianggap sebagai wajah liga—apakah itu Ant-Man, Wemby, Joker, atau Jayson Tatum—mengatakan, ‘Mari kita bermain serius,’ maka semua orang akan mengikuti,” jelas Haywood. “Pada akhirnya, mereka-lah yang menetapkan standar. Michael Jordan sudah memulainya dengan menetapkan standar yang sangat tinggi bersama Magic Johnson dan Larry Bird. Kobe melanjutkannya, namun sekarang tampaknya sudah tidak ada yang melanjutkan tradisi tersebut,” pungkasnya.

Dengan pandangan ini, Haywood menekankan bahwa NBA All-Star Game membutuhkan figur yang bisa menjaga semangat dan standar tinggi yang pernah ditetapkan oleh Kobe Bryant dan Michael Jordan. Tanpa itu, perhelatan tersebut bisa terus kehilangan daya tariknya bagi penggemar.

Luka Doncic Kembali Jadi Sorotan, Nico Harrison Kena Kritik Lagi!

Dallas Mavericks tampaknya masih menjadi sorotan setelah melepas bintang mereka, Luka Doncic, ke Los Angeles Lakers. General Manager Mavericks, Nico Harrison, terus mendapat tekanan akibat dugaan berbagai pelanggaran, mulai dari manipulasi laporan cedera hingga menutup pintu negosiasi bagi tim lain yang ingin mengajukan tawaran.

Sejak Doncic resmi bergabung dengan Lakers, berbagai spekulasi terus bermunculan. Salah satu tuduhan paling kontroversial adalah klaim bahwa Mavericks sengaja memalsukan laporan cedera Doncic demi memperlancar proses perdagangan. Tim mengumumkan bahwa Doncic mengalami cedera pergelangan tangan kanan pada November lalu, tetapi laporan terbaru mengungkap bahwa alasan tersebut tidak sepenuhnya benar.

Manipulasi Cedera untuk Kepentingan Perdagangan?

Menurut laporan dari The Athletic, ada indikasi bahwa Mavericks menggunakan cedera Doncic sebagai dalih untuk memberinya waktu istirahat dan menyiapkan langkah pertukaran. “Pada bulan November, Doncic melewatkan lima pertandingan karena cedera pergelangan tangan kanan. Namun, sumber dalam tim mengungkapkan bahwa klasifikasi cedera tersebut tidak sepenuhnya akurat. Faktanya, Doncic seharusnya memanfaatkan waktu itu untuk meningkatkan kondisi fisiknya,” ungkap laporan tersebut.

Laporan ini memicu dugaan bahwa kondisi fisik Doncic menjadi faktor utama dalam keputusan Mavericks untuk melepasnya. Bahkan setelah kepindahannya, Doncic mendapat kritik tajam dari pemilik mayoritas Mavericks, Patrick Dumont, yang secara tidak langsung menyindir etos kerjanya.

“(Michael) Jordan, (Larry) Bird, Kobe (Bryant), Shaq(uille O’Neal) bekerja sangat keras setiap hari, dengan satu tujuan: kemenangan,” ujar Dumont. “Jika Anda tidak memiliki mentalitas itu, Anda tidak cocok untuk menjadi bagian dari Dallas Mavericks. Jika Anda ingin bersantai, jangan lakukan itu di sini.”

Kesepakatan Eksklusif dengan Lakers Picu Kekecewaan

Selain dugaan manipulasi cedera, cara Mavericks menangani perdagangan Doncic juga menuai kontroversi. Beberapa manajer umum dari tim NBA lainnya mengungkapkan rasa frustrasi mereka terhadap Harrison, yang diduga hanya bernegosiasi dengan Lakers tanpa mempertimbangkan tawaran dari tim lain.

“Setelah kesepakatan diumumkan, sejumlah eksekutif dari tim lain menyatakan bahwa mereka memiliki tawaran yang lebih baik daripada Lakers,” tulis The Athletic. “Namun, mereka merasa tidak diberi kesempatan yang adil untuk bersaing mendapatkan Doncic.”

Sumber lain menyebutkan bahwa Harrison sempat menghubungi satu tim selain Lakers untuk kemungkinan pertukaran Doncic, tetapi akhirnya hanya serius menegosiasikan kesepakatan dengan Los Angeles. Dugaan ini semakin memperkuat anggapan bahwa Mavericks sejak awal memang hanya berniat menjual Doncic ke Lakers, meskipun ada tawaran lebih tinggi dari tim lain.

Alasan utama di balik keputusan ini diduga adalah keinginan Harrison untuk menjaga agar perdagangan tetap tertutup hingga benar-benar resmi. Dia diyakini ingin menghindari potensi kegaduhan di internal Mavericks yang bisa menghambat jalannya transaksi.

Masa Depan Luka Doncic di Lakers

Keputusan Dallas untuk melepas Doncic juga dikaitkan dengan status kontraknya. Pemain berusia 25 tahun itu memenuhi syarat untuk menandatangani perpanjangan supermax senilai $345 juta dengan Mavericks pada musim panas ini. Namun, menurut laporan The Athletic, Dallas sebenarnya tidak pernah memiliki rencana untuk menawarkan kontrak tersebut.

Kini, dengan Doncic telah berseragam Lakers, perdebatan tentang cara Mavericks menangani situasi ini belum berakhir. Banyak pihak yang merasa keputusan Dallas penuh dengan kejanggalan, baik dari sisi medis maupun manajemen. Sementara itu, Lakers berharap kedatangan Doncic dapat membawa mereka kembali ke jalur juara, sementara Mavericks harus menghadapi konsekuensi dari keputusan yang mereka ambil.